Coretan

Change the World with Your scribbles

LightBlog

Breaking

Senin, 02 Oktober 2017

SARASEHAN BUDAYA KERATON KANOMAN

CIREBON - Salah satu rangkaian acara Festival Keraton Nusantara (FKN) ke XI adalah Sarasehan Budaya yang diadakan oleh Keraton Kanoman. Acara tersebut diisi oleh tiga narasumber antara lain Radhar Panca Dahana, Ichwan Azhari, dan Eva Nur Arovah dengan dipandu oleh budayawan muda M. Khoirul Anwar KH.

Acara tersebut berlangsung di Bangsal Jinem Keraton Kanoman Cirebon, pada Minggu (17/9). Acara yang dihadiri oleh kalangan mahasiswa, akademisi, dan umum itu bertemakan “Merangkai Marwah Kesultanan Kanoman dengan Spiritualitas Budaya Sunan Gunung Jati”. Menurut ketua pelaksana acara tersebut mengatakan “Tema itu diangkat untuk membangun kembali rasa kecintaan masyarakat atau khususnya bagi generasi muda Cirebon pada Keraton Kanoman, dan mengembalikan marwah Keraton Kanoman itu sendiri yang kian hari mulai diabaikan oleh masyarakat” ujar Farihin dalam sambutannya.

Eva Nur Arovah sebagai narasumber yang pertama membahas tentang konflik dan sejarah Keraton Kanoman dari masa kini, dulu, dan nanti. Dia mengatakan “Semenjak wafatnya Pangeran Jalaludin, kegaduhan di Keraton Kanoman seolah tidak terhenti, perebutan kekuasaan terjadi lagi antara Pangeran Saladin dan Pangeran Emirudin, semua media massa yang ada di Cirebon, hampir semua membackup dan mempublikasikan hal tersebut. Orang lebih cenderung membicarakan konflik yang terjadi di dalam Keraton Kanoman di era dua ribuan”, ujar Eva.

Dia juga mengatakan “hampir setiap abad perjalanan dalam Keraton Kanoman itu ada peristiwa-peristiwa yang gaduh, ketika Sultan Kanoman pertama wafat, saudaranya mendirikan  Kacirebonan dengan alasan untuk memperluas syi’ar Islam, meskipun pada akhirnya menjadi kesultanan juga”, lanjut Eva.

Sementara Ichwan Azhari mengatakan “salah satu penyakit kronis keraton-keraton di Indonesia adalah konflik internal, dari perspektif sejarah konflik internal itu suatu hal yang umurnya sudah panjang lima ratus tahun, berarti nyaris mustahil konflik itu bisa terselesaikan”, tutur Ichwan.

Menurut Budayawan Radhar Panca Dahana, raja atau sultan yang ada di Indonesia berhak menerima gaji hingga satu milyar, karena tugas dan tanggung jawabnya untuk merawat keraton itu tidaklah mudah, lebih dari itu kebudayaan yang ada di keraton-keraton itu harus tetap terjaga sehingga tetap eksis tak tergerus zaman.

“Tanggung jawabnya tinggi memelihara keraton, seperti memperbaiki tembok yang rusak lantaran catnya yang pudar, tidak seperti membongkar rumah biasa”, ucap Radhar.
Dalam acara tersebut, Radhar Panca Dahana juga sempat menyinggung tentang generasi pada saat ini yang lebih cenderung fokus berjam-jam di hadapan gadget pintarnya dibandingkan untuk membaca buku “Anda dengan HP, dengan pruduk yang smartpone lima ratus ribu itu saja anda sudah takluk dibekukan, tidak bisa berbuat apa-apa, jadi apabila dalam industri informasi, komunikasi anda cuman, aapa yaa? Sama HP-nya aja udah tunduk apalagi dengan ilmunya” ucap Radhar.

Radhar sangat prihatin dengan keadaan generasi muda saat ini, karena mereka lebih betah berjam-jam khusyu memandang layar gadget nya untuk membaca status di Media Sosial, dibandingkan untuk membaca buku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar