![]() |
(Sumber gambar: http://www.pictame.com/tag/Coretansantri) |
Di depan asrama pondok putri burung-burung kecil silih berganti mendarat dan terbang kesana kemari sambil bersiul merdu kicauannya di pagi ini, ada juga burung gereja yang hinggap di gerbang besi asrama yang tinggi menjulang bercat hitam dengan rantai dan gembok besar mengalungi gagang gerbang tersebut dengan eratnya, seakan menjaga dengan setia para penghuni yang ada di dalamnya. Karena di balik gerbang itu terdapat ribuan santri putri yang tinggal di empat gedung saling berhadapan, ada beberapa santri yang tidur pulas beralaskan kasur setebal karpet dengan tangan yang ditekuk menggantikan bantal untuk menyangga kepalanya lantaran bantal kapuk yang empuk entah pergi kemana, namun tidak mengurangi nyenyak dalam tidurnya.
Ada juga yang bergegas
mencuci setumpuk gunungan pakaian yang
sudah tiga hari tertimbun di embernya, tempat mencuci begitu ramai dipadati
santri putri yang mengawali paginya dengan mencuci karena hari ini adalah hari Jum’at di mana
hari liburnya para santri, irama sikat
yang beradu dengan pakaian layaknya instrumen lagu yang begitu merdu mengiringi
santri yang bernyanyi sembari mencuci, ada kalanya sikat saling pinjam dilempar
kesana-kemari, detergen saling berbagi tanpa ada rasa rugi semua terjadi
layaknya keluarga yang saling melengkapi, sambil membilas pakaian sesekali para
santri saling bercerita bahkan ngerumpi kemudian tertawa bersama lantaran
mendengar ada cerita yang lucu.
Selain para santri yang
mencuci, ada pula santri yang mengantri untuk mandi lebih pagi lantaran takut
mengantri lebih lama lagi, raut wajah yang terlihat kesal lantaran mengantri
begitu lama kadang mengetuk pintu untuk memberikan isyarat untuk segera keluar
bagi santri yang sedang mandi, namun santri tetap sabar mengantri dengan menggigit
sikat gigi dan handuk yang melilit di leher, mengantri memang bukan hal yang
baru bagi santri, namun dengan mengantri santri diajarkan untuk lebih bersabar
dan disiplin walaupun kadang kesal mendera para santri.
Namun hari libur ini
tidak berlaku bagi para santri putri yang sudah kelas tiga untuk bersantai,
membaca novel, atau bahkan sekedar bermalas-malasan di tempat tidur. Lantaran
hari libur ini diisi dengan kegiatan latihan untuk penampilan yang akan
ditampilkan di acara perpisahan yang seminggu lagi akan digelar, dengan muka
yang ditekuk dan manyun para santri terpaksa meninggalkan hari bersantainya
guna mempersiapkan hari perpisahannya di pondok, sedih terasa karena sebentar
lagi kebersamaan yang telah lama terjalin dengan teman-teman layaknya keluarga
akan berakhir, sulit memang untuk diterima pasalnya sudah tiga tahun hidup
bersama menjalani suka duka namun harus berpisah lantaran masa pendidikan di
pondok akan segera berakhir, meskipun begitu para santri putri harus tetap
semangat karena perpisahan ini bukanlah akhir dari segalanya melainkan awal
untuk meraih kesuksesan di masa depan.
Tidak terkecuali dengan
Fatimah, santri putri kelas tiga Aliyah yang tinggal di kamar Az-Zahro lantai
dua gedung Al-Hasan untuk bergegas menuju aula guna mengikuti latihan, Fatimah
atau akrab dipanggil Mpat oleh teman-temannya ini terkenal rajin dan pandai,
baik di sekolah maupun di pondoknya, namun bukan hanya itu paras Fatimah begitu
syahdu dengan senyum manisnya lengkap dengan lesung pipinya dan tutur kata yang
lembut serta halus membuat siapa saja yang melihatnya akan terperangah
mengagumi ciptaan Allah yang begitu indah ini.
Fatimah dengan balutan
kerudung ungu muda dipadukan dengan gamis berwarna biru tua bercorak batik
sudah bersiap untuk berangkat menuju aula, tak lupa sebelum berangkat Fatimah
bolak-balik di depan cermin memastikan pakaian yang dikenakannya sudah cocok
dan serasi, sedang asyiknya bercermin Wulan, Nisa, dan Dewi masuk ke kamarnya
tanpa permisi mengagetkan Fatimah yang sedang bercermin itu, “Udah cantik
kok, jangan kebanyakan ngaca nanti kacanya pecah looh” Wulan mengagetkan
Fatimah yang sedang asyik bercermin.
“Iiih
kalian ini bikin kaget aja” kesal Fatimah pada teman-temannya.
“hehehe
yaudah yuk kita berangkat latihan, nanti kalo telat bisa kena marah sama
pengurus”
ajak Nisa kepada teman-temannya.
“Aaayoooo”
kompak
Fatimah, Wulan, dan Dewi menjawab.
Hari demi hari
tak terasa waktu perpisahan tinggal satu hari lagi, rasanya terlalu singkat
perjalanan di pondok bagi Fatimah, Nisa, Wulan, dan Dewi. Entah apa yang harus
mereka ungkapkan sedih karena harus berpisah dengan teman-teman yang tiga tahun
hidup bersama merasakan suka dan duka layaknya keluarga atau bahagia lantaran
sebentar lagi akan pulang dan berkumpul bersama keluarga kembali, mereka
berempat sudah menjalin persahabatan sejak mereka pertama kali masuk di pondok,
kini tiga tahun telah berlalu dan saatnya pulang ke kampung halaman
masing-masing.
Fatimah, Nisa,
Wulan, dan Dewi akan berpisah karena mereka berasal dari daerah yang berbeda,
Fatimah dan Nisa berencana akan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi,
sedangkan Wulan dan Dewi berencana untuk bekerja membantu perekonomian
keluarga. Hari-hari terakhir dimanfaatkan oleh empat sahabat ini untuk saling
tukar kenang-kenangan yang nantinya ketika sudah pulang ke rumah masing-masing
ada pengobat rindu akan sahabatnya, walaupun kenang-kenangan tersebut hanya
barang-barang remeh namun nilainya sangat berharga bagi mereka.
Hari perpisahan
pun akhirnya tiba, semua santri putri kelas tiga mempersiapkan diri untuk
tampil di atas panggung setelah Dzuhur nanti, ada yang bergembira namun ada
juga yang bersedih lantaran perpisahan ini. Namun semua harus terjadi dan harus
diterima dengan ikhlas. Fatimah, Nisa, Wulan, dan Dewi masih merasa berat untuk
berpisah tapi apa boleh buat semua harus mereka rasakan, namun mereka sadar
tidak ada yang abadi di dunia ini tak terkecuali dengan pertemuan mereka pada
saatnya pasti akan ada perpisahan, yaitu hari ini lah saatnya untuk mereka
berpisah.
Satu persatu
nama-nama dari santri kelas tiga dipanggil untuk menaiki panggung, berdetak
jantung semakin kencang seperti ingin lepas saja rasanya, selain karena rasa
haru yang dirasa, namun juga karena penampilan mereka disaksikan oleh ratusan
pasang mata termasuk oleh Abah Kyai sebutan akrab untuk pengasuh pondok. Tak
ketinggalan orang tua serta sanak family hadir untuk menyaksikan
penampilan terakhir anak dan saudaranya di pondok, perasaan serasa bercampur
aduk saat sudah berada di panggung, dimana rasa haru bahagia serta rasa sedih
perpisahan tercampur tak karuan. Hampir semua merasakan hal demikian, hingga
tak terasa tetesan air mata meleleh dan mengalir di kedua pipi para santri.
Hal tersebut
sangat dirasakan oleh keempat sahabat yaitu Fatimah, Nisa, Wulan, dan Dewi,
mereka berempat berdiri pada satu barisan yang sama, seakan ada komando untuk
menangis, mereka berempat kompak meneteskan air mata tanda kesedihannya akan
perpisahan ini, namun mereka harus kuat untuk mengikuti acara perpisahan ini,
karena acara ini nantinya akan selalu dikenang sepanjang hidup mereka.
Hingga tibalah
waktu untuk saling berpisah, karena semua rangkaian acara perpisahan di pondok
telah usai dilaksanakan, namun Fatimah terasa berat sekali untuk melangkah
meninggalkan pondok serta ketiga sahabatnya, begitu pula yang dirasakan oleh
Nisa, Wulan, dan Dewi. Namun Fatimah mencoba untuk tegar menghadapi perpisahan
ini.
“Nis,
Lan, Wi berat rasanya aku meninggalkan pondok dan kalian semua, namun harus
bagaimana lagi, perpisahan ini harus kita lakukan demi meraih masa depan kita
masing-masing, kita harus kuat kawan karena perjalanan kita baru saja dimulai” Fatimah memberi
semangat kepada ketiga sahabatnya, sambil mengusap air matanya.
“iya
Mpat benar apa kata kamu, perjalanan kita baru saja dimulai, kita harus sudahi
kesedihan ini, dan harus semangat menatap masa depan, toh kita bisa bertemu
kembali saat ada acara reuni nanti” semangat Nisa tumbuh setelah Fatimah
menyemangati.
Keempat sahabat
itu akhirnya saling berpelukan untuk saling berpamitan dan melepas semua
kesedihan, karena mereka semua telah ditunggu oleh orang tua dan keluarga untuk
dijemput pulang ke kampung halamannya masing-masing, Fatimah pulang Ke
Purwokerto, Nisa ke Indramayu, Wulan ke Semarang, dan Dewi ke Jakarta. Meskipun
mereka berasal dari daerah yang berbeda namun mereka sangat dekat layaknya
keluarga, mereka pun menaiki mobil jemputan masing-masing untuk menuju tujuan mereka
semua, semuanya saling melambaikan tangan menandakan perpisahan mereka, dengan
kompak mereka setengah berteriak “sampai bertemu kembaliiiii”. Ucapan
selamat berpisah dari keempat sahabat tersebut.
Setelah sehari
dari kepulangannya dari pondok, Fatimah langsung bersiap untuk mendaftarkan
diri di kampus yang direkomendasikan oleh ayahnya yaitu IAIN Purwokerto, Fatimah
setuju saja atas saran dari ayahnya tersebut, karena Fatimah tak mengerti
perihal dunia kampus lantaran ketika di pondok kekurangan informasi. Fatimah
mendaftar melalui jalur UM-PTKIN, Fatimah ingin masuk pada jurusan Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir, karena dirasa jurusan itu yang cocok dengan latar
belakang pendidikannya di pondok dulu, Fatimah sangat antusisas untuk masuk di
dunia barunya, dimana dunia kampus tentu sangatlah berbeda dengan ketika ia
masih berada di pondok, di kampus pasti akan menemukan sahabat-sahabat baru dan
juga suasana belajar yang baru, tak sabar rasanya Fatimah ingin cepat-cepat
memulai kuliah di kampus IAIN Purwokerto yang direkomendasikan ayahnya itu.
Pagi ini Fatimah
begitu gembira sekaligus deg-degan lantaran hari ini adalah hari tes masuk di
IAIN Purwokerto, semalam Fatimah sudah belajar sebagai bekal untuk mengisi
soal-soal tes tulis hari ini, Fatimah berharap soal-soal yang akan diujikan
nanti tidak terlalu sulit, dan hasil belajarnya semalam tak sia-sia sehingga
menghasilkan nilai yang baik kemudian dinyatakan lulus masuk di kampus pilihan
ayahnya, meskipun Fatimah disuruh oleh ayahnya namun ia sangat semangat untuk
mengikuti serangkaian proses masuk di IAIN Purwokerto, karena keinginan Fatimah
hanya satu yaitu membanggakan kedua orang tuanya.
“semoga
soalnya nanti tidak terlalu sulit” gumam Fatimah dalam hati sambil berangkat
ke kampus diantar oleh ayahnya.
Sepanjang
perjalanan Fatimah terlihat gelisah, “kenapa nak kok kelihatannya gelisah
sekali?” ayah mengagetkan Fatimah.
“e
e enggak kenapa-kenapa kok yah, Cuma enggak sabar saja pengen cepat-cepat
sampai ke kampus” Fatimah
menjawab pertanyaan ayah dengan sedikit terbata karena kaget.
“Ooh
kirain kenapa..”
ayah merespon sekenanya.
Tiga puluh menit
perjalanan akhirnya sampai juga Fatimah di kampus yang di tujunya, dengan penuh
keyakinan Fatimah keluar dari mobil dan disusul oleh ayahnya, kemudian Fatimah
menghampiri ayahnya untuk meminta do’a restu agar tes masuk yang akan
dihadapinya bisa dikerjakan dengan baik. Dengan ta’dzim Fatimah mencium
tangan ayahnya seraya berkata “do’akan Fatimah ya yah, agar dalam
mengerjakan soalnya nanti lancar” Fatimah memohon restu pada ayah.
“Iya nak, ayah
do’akan semoga nanti saat kamu mengerjakan soal-soalnya diberikan kemudahan dan
kelancaran. aamiin” ayah
mendoakan Fatimah.
Satu bulan
setelah tes masuk, Fatimah tak sabar ingin mengetahui hasilnya diterima atau
ditolak kah dia di kampus yang ia tuju, setelah membuka website kampus
Fatimah mencari namanya dari urutan pertama dengan seksama, ternyata namanya
ada dalam daftar nama calon mahasiswi yang diterima, senang sekali Fatimah
mengetahui dirinya di terima di kampus IAIN Purwokerto, berselang satu minggu
setelah ia dinyatakan diterima Fatimah kini mempersiapkan diri untuk mengikuti
masa perkenalan di kampusnya, masa perkenalan hanya sampai tiga hari, namun
Fatimah sangat sibuk mempersiapkan segala kebutuhan yang harus dibawa pada saat
acara perkenalan.
Pukul 07.00
Fatimah telah sampai di kampus dan bersiap untuk mengikuti acara perkenalan
kampus, selama masa perkenalan kampus berlangsung mahasiswa dan mahasiswi baru
akan didampingi oleh para kakak-kakak senior, tepat pukul 07.30 acara
perkenalan dibuka dengan upacara pembukaan oleh rektor IAIN Purwokerto, tiga
puluh menit lamanya akhirnya masa perkenalan mahasiswa dan mahasiswi baru
dimulai, semua mahasiswa dan mahasiswi baru berbaris sesuai dengan kelompoknya
masing-masing yang sebelumnya sudah dibagi.
Fatimah
mendapatkan kelompok satu yang akan didampingi oleh Kak Farhan dan Kak Deni, setelah
semua kelompok berbaris barulah setiap kakak-kakak pendamping memberikan arahan
kepada setiap kelompok yang didampinginya. Tak terkecuali Kak Farhan dan Kak
Deni, kelompok Fatimah berjumlah sepuluh orang yang terdiri dari lima orang
laki-laki dan lima orang perempuan.
“Assalamu’alaikum
wa rahmatullahi wa barakatuh” Kak Farhan mengucapkan salam untuk
membuka arahan kepada kelompok Fatimah.
“Wa’alaikumussalam
wa rahmatullahi wa baraktuh” Fatimah dan teman-teman yang lain
menjawab salam Kak Farhan dengan kompak.
Semua mata
menatap Kak Farhan yang sedang memberikan arahannya, tak terkecuali Fatimah
yang sedari tadi memperhatikan Kak Farhan bahkan sebelum arahan dimulai, Kak
Farhan yang memeliki perawakan tubuh yang sedang dan memiliki senyuman manis
yang khas disertai kumis dan jenggot tipis membuat gadis cantik itu
memperhatikan setiap ucapan yang keluar dari mulut Kak Farhan. Tak berkedip
Fatimah memperhatikan Kak Farhan, tak diketahui penyebabnya kemudia Fatimah
senyum-senyum kecil sendiri saat memperhatikan Kak Farhan yang sedang
memberikan arahan kepada kelompoknya.
“heey
kamu kenapa kok senyum-senyum sendiri??” tanya Kak Farhan mengagetkan
Fatimah yang sedang memperhatikan dirinya.
“Eh
anu.. eeng..enggak kenapa-kenapa kaak” Fatimah yang terkejut, menjawab dengan
gugup pertanyaan Kak Farhan.
Setelah arahan
selesai disampaikan oleh masing-masing kakak pendamping, kini saatnya semua
mahasiswa dan mahasiswi baru diarhkan untuk memasuki aula kampus untuk
mendapatkan materi perkenalan terkait kampus IAIN Purwokerto, namun Fatimah tak
bisa melupakan kejadian tadi, dia begitu merasa malu kepada Kak Farhan ternyata
tanpa ia sadari Kak Farhan memperhatikan Fatimah saat melamun tadi, Fatimah pun
tak fokus mengikuti acara perkenalan kampus di aula, pikirannya terus tertuju
pada satu orang di luar sana, Kak Farhan.
Tak terasa masa
perkenalan sudah berlangsung dua hari, dan esok adalah hari terakhir Fatimah
mengikuti masa perkenalan kampus, namun Fatimah bukannya merasa senang malah
dia merasa sedih lantaran setelah usai masa perkenalan ini ia tidak akan
bertemu lagi dengan Kak Farhan, misalkan bertemu juga bakalan sangat jarang
sekali, karena sekarang Kak Farhan sudah menginjak semester tujuh, pasti
kegiatan di kampusnya sangat jarang karena pasti Kak Farhan sibuk mengurusi
skripsinya.
Fatimah merasa
aneh dengan dirinya sendiri, entah kenapa ia merasa ingin masa perkenalan ini
diperpanjang supaya bisa bertemu dengan Kak Farhan, saat pertama kali Fatimah
bertemu Kak Farhan ada sesuatu yang membuatnya selalu mengingat senyum
manisnya, perasaan yang sebelumnya tak pernah dirasakan oleh Fatimah di pondok
pesantren, lantaran dulu di pondok hanya bertemu dengan santri putri saja
sehingga Fatimah sangat jarang melihat sosok laki-laki.
“Kak Farhan...Kak Farhan..
Kak.... Astagfirullahaladzim” Fatimah bermimpi dan menyebut nama Kak
Farhan.
“apa gerangan yang terjadi padaku
sebenarnya??” Fatimah merasa bingung dengan perasaannya sendiri.
Akhirnya hari
terakhir perkenalan pun tiba, Fatimah bersiap untuk berangkat ke kampus, tak sabar
rasanya Fatimah untuk cepat-cepat sampai di kampus dan bertemu dengan Kak
Farhan, sesampainya di kampus ia langsung menuju kelas untuk mempersiapkan
keperluan di hari terakhir ini, Fatimah gusar dengan perasaanya sendiri, apa
yang harus dirasakannya bahagia karena sebentar lagi masa perkenalan kampusnya
usai dan ia mulai pekuliahannya atau harus bersedih karena tidak bisa bertemu
lagi dengan Kak Farhan setiap pagi, tiga hari ini merupakan hari yang sangan
membahagiakan bagi Fatimah lantaran baru kali ini ia merasakan perasaan aneh
seperti yang sekarang ia rasakan.
Pukul 07.30
semua mahasiswa dan mahasiswi baru berkumpul di halaman kampus sebelum menerima
materi terakhir, tentu Fatimah sangat bersemangat untuk menuju halaman dan
berharap segera bertemu dengan Kak Farhan, Fatimah orang pertama di kelompoknya
yang sudah sampai di halaman kemudian disusul oleh teman-temannya yang lain,
akhirnya saat-saat yang ditunggu pun tiba Kak Farhan menghampiri kelompoknya,
di hari terakhir ini nantinya akan diisi oleh kreasi dari masing-masing
kelompok, dan akan ditampilkan pada malam penutupan masa perkenalan kampus.
Fatimah sangat
senang sekali saat melihat Kak Farhan, perasaannya sangat berbunga-bunga
seperti anak kecil yang di beri permen oleh ibunya, seperti biasa Kak Farhan
membuka dan memberikan arahannya kepada Fatimah dan teman-temannya, Fatimah
tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk memperhatikan setiap arahan yang
diberikan oleh Kak Farhan, ingin rasanya Fatimah terus diberikan arahan bukan
hanya pada saat masa perkenalan tapi juga selamanya.
“coba aja aku bisa terus dikasih
arahan sama Kak Farhan, bukan kali ini aja tapi sampai tua nanti hehehe” Fatimah
menghayal di sela-sela arahan yang diberikan Kak Farhan.
Kak Farhan ini
selain ganhteng ia juga orang yang baik dan mudah bergaul, mungkinitulah yang
membuat Fatimah jatuh hati pada Kak Farhan, namun bagaimana caranya Fatimah
menyampaikan perasaan ini, Fatimah yang hanya mahasiswi baru hanya bisa
mengagumi Kak Farhan secara diam-diam tanpa ada yang mengetahui, ia simpan
perasaannya dalam-dalam karena tak mungkin ia mengutarakannya langsung pada Kak
Farhan.
Fatimah terus
membayangkan senyum Kak Farhan, rasanya sulit untuk menghilangkan bayangnya
dari benak Fatimah, Fatimah tak berani menceritakan perasaan yang sedang
dirasanya kepada siapapun lantaran malu jika sampai ada yang tahu, jalan
satu-satunya adalah ia hanya bisa mengadu dan bercerita kepada sang Pemilik
Perasaan, karena dengan-Nya ia bisa bercerita apapun yang sedang ia rasakan,
selepas acara penutupan masa perkenalan di kampus Fatimah langsung pulang
dengan dijemput oleh ayahnya, Fatiamh merasa sedih dan bahagia setelah
mengikuti masa perkenalan ini karena semua kegiatan yang ia ikuti memiliki
banyak manfaat dan pengalaman baru yang sebelumnya belum ia dapatkan dan
perasaan baru yang ia rasakan kepada Kak Farhan.
Sesampainya di
rumah Fatimah langsung mengambil air wudlu untuk melaksanakan sholat Isya,
digelarnya sajadah dan mukenah Fatimah kenakan, dengan khusyu Fatimah sholat, setelah
usai melaksanakan sholat isya tak lupa Fatimah berdo’a memohon jalan terbaik
untuknya ke depan, dan tak lupa ia adukan perasaan yang berkecamuk di hatinya,
semua apa yang dirasakannya ia adukan pada-Nya, tak terasa mulut Fatimah
menucap dengan lirih Tuhan Aku Jatuh Cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar